Pelestarian lahan gambut di Indonesia menyelamatkan Bumi karena kerusakan akan memasok lebih banyak emisi ke Bumi dibandingkan dengan tanah mineral, kata peneliti dari Pusat Penelitian Tanah, Fahmuddin Agus di sini, Jumat.
Reference: Blog City and UK News and MF and 9 Naga
Menurutnya luas lahan gambut di Indonesia mencapai 14 juta hektare. Sebagian besar daratan berada di kepulauan Kalimantan dan Sumatera. Sayangnya akibat konversi penggunaan lahan gambut 50 persen emisinya dipasok ke Bumi.
“Lahan gambut tidak boleh dikonversi dalam bentuk apapun karena karbon yang tersimpan di lahan tersebut sepuluh kali lebih besar dari pada tanah mineral. Oleh karena itu, setiap kerusakan kecil di lahan gambut akan mengeluarkan emisi yang besar. Kondisi tersebut berdampak pada peningkatan efek rumah kaca, ” kata Fahmuddin.
Ia mencatat luas lahan gambut di provinsi Jambi mencapai 700.000 hektare dan 50 persennya berada di Kabupaten Tanjung Jabur Timur.
“Oleh karena itu kami mengajak para petani untuk belajar bagaimana menghitung karbon yang terkandung di lahan gambut. Diharapkan mereka memahami cara bertani yang tepat dan mengurangi emisinya,” kata Fahmuddin.
Ia menambahkan target pemerintah untuk mengurangi emisi sebesar 26 persen pada tahun 2020 merupakan isu yang kompleks karena berpengaruh terhadap pembangunan lahan pertanian di sisi lain.
Oleh karena itu pemerintah terus mencari lahan alternatif untuk pengembangan pangan seiring dengan pertumbuhan penduduk.
Meskipun lahan gambut tidak boleh dikonversi, beberapa kriteria dapat dipertimbangkan. Di antaranya adalah konversi tata guna lahan di kawasan gambut yang rusak.
“Penanaman pohon kelapa sawit sebagaimana diatur dalam peraturan menteri pertanian tahun 2009 harus dilakukan pada kedalaman minimal 60 hingga 80 sentimeter. Sedangkan untuk sawah, karet dan akasia tidak ada peraturan baku. Namun biasanya maksimal sepuluh centimeter untuk sawah, 40 centimeter untuk karet dan 50 centimeter untuk akasia, ” jelas Fahmuddin.
Sementara menurut koordinator Program Masyarakat Konservasi Indonesia Jambi, Nelly Akbar berdasarkan penelitian yang dilakukan Mc Kinsey & Company menyebutkan emisi karbon di Jambi pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 57 metrik ton dengan luas lahan gambut 676.341 hektar.
“Lima puluh persen emisi di Jambi disumbangkan oleh lahan gambut yang dikonversi. Salah satunya dari kecamatan Tanjung Jabung Timur,” katanya seraya menambahkan dengan luas lahan 300 hektare emisi diperkirakan mencapai 14,2 metrik ton.
156.871 hektar dari total lahan gambut di Jambi ditujukan untuk taman nasional Berbak, kawasan alam Tahura, dan hutan lindung sedangkan sekitar 50 persen lahan gambut yang ada dalam kondisi terbuka dan untuk yang lainnya ditetapkan sebagai hutan tanaman industri, perkebunan., pertanian, pertambangan dan pemukiman, katanya.